TARI LEGONG
Kata legong berasal dari kata leg yang artinya gerak tari yang luwes atau lentur yang merupakan ciri pokok tari Legong. Adapun gong yang berarti instrument pengiringnya artinya gamelan. Legong dengan demikian mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan. Salah satu bentuk tarian asli yang sangat tua umurnya adalah tari Sang Hyang yang merupakan media keagamaan yang sangat penting dan dipertunjukan dalam upacara keagamaan. Perbendaharaan geraknya berupa gerak-gerak peniruan alam yang dibuat amat abstrak dan distilisasikan, yang kemudian dipakai dalam tari Legong. Dalam perkembangannya gerak-gerak tersebut diperindah dan disempurnakan wujudnya.Legong yang kita ketahui sekarang merupakan percampuran dari elemen-elemen tari yang berbeda sekali jenisnya. Elemen tersebut berasal dari kebudayaan Hindu Jawa yang dituangkan dalam bentuk tari klasik yang disebut Gambuh. Gambuh merupakan tipe drama tari yang berasal dari pra-Islam Jawa dan mungkin sudah dikenal di Bali sejak permulaan abad ke-15. Untuk Legong, cerita yang paling umum dipakai sebagai lakon ialah cerita Lasem yang bersumber dari cerita Panji. Elemen cerita bukan suatu hal yang paling menarik dalam tari Legong karena cara pendramaannya sangat sederhana dan abstrak. Kenyataannya orang tidak dapat mengerti tari Legong tanpa mendengarkan dialog dari juru tandak, penyanyi pria yang duduk di tengah-tengah gamelan.
Legong Lasem (Kraton)
Tarian yang baku ditarikan oleh dua orang Legong dan seorang
condong. Condong tampil pertama kali, lalu menyusul dua Legong yang menarikan
Legong lasem. Repertoar dengan tiga penari dikenal sebagai Legong Kraton. Tari
ini mengambil dasar dari cabang cerita Panji (abad ke-12 dan ke-13, masa
Kerajaan Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang masuk
Kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha (Kadiri),
namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak pinangan
sang adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan.
Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri, yang merupakan abang dari sang putri
Rangkesari, menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang,
adipati Lasem harus menghadapi serangan burung garuda pembawa maut. Ia berhasil
melarikan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan raja Daha.Awal
tari Legong mulai muncul pada pertengahan abad ke-17. Pada waktu itu Bali
dipelintah oleh beberapa Raja. Puri adalah salah satu tempat untuk menciptakan
tabuh dan tari baru dan mementaskannya pada Zaman itu. Menurut lontar Dewa
Agung Karna, putra raja pertama kerajaan Sukawati pada pertengahan abad ke-17,
ia melihata bayangan bidadari menari. Dari sinilah diciptakan tari Legong. Gaya
tari Legong sekarang yang seperti ditarikan oleh 2 atau 3 penari prempuan di
pertunjukan dimana-mana setelah abad ke-20. Cerita tari Legong diambil dari
gambuh (drama tari yang mengambil tema dari Malat, sastra klasik yang
menceritakan tentang perjanjian Panji, pahlawan Jawa). Legong Keraton adalah
sebuah tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat
komplek dan diikat oleh struktur tabuh pengiring yang konon mendapat pengaruh
dari Tari Gambuh.